Hujan Jatuh Tanpa Permisi
Ada yang Menghujani Hati
...
___
***
"ini yang kesekian, ini yang kesekian. sudahi, hentikan, sudahi." kataku terus menerus dalam hati.
Lagi-lagi aku mengabaikan aturan, lagi-lagi aku berjalan tanpa memerkirakan turunnya hujan.
Lagi-lagi aku mengabaikan aturan, lagi-lagi aku berjalan tanpa memerkirakan turunnya hujan.
Seperti biasa, ia tak bisa diduga jatuhnya.
Maka ketika rinainya menderas di perjalanan, hati terlanjur basah kuyup untuk menepi.
Aku tahu ini telah kepalang basah, tapi melanjutkan perjalanan hanya akan membuatku semakin merasa bersalah.
Tak ada pilihan selain menepi, berteduh sejenak dan mengisi ulang iman di hati.
Harus mau bersabar dengan sadar; memberikan sedikit jeda sambil menunggu hujan reda.
Penyesalan selalu datang belakangan, terngiang-ngiang bersamaan dengan nasihat ibuk sesaat setelah beliau tadarus.
"selemah-selemah iman adalah mengingkari kemaksiatan di dalam hati. kadang jebakan terletak pada sesuatu yang terlihat baik dan membuat nyaman; itulah yang sering melalaikan. nanti jika sudah terasa ketertibanmu melonggar dan banyak memaklumi kelalaian demi kelalaian, jangan bersikap masa-bodoh bahkan berpura-pura tidak (mau) tahu.
Bukankah pertanggungjawaban kita nanti juga meliputi penglihatan, pendengaran, dan hati?"
Komentar