Seri Tafakur Kehidupan

Pernah berlari sangat jauh, terbang begitu tinggi, menyibukkan diri di sana-sini, tetapi masih ada resah di hati? Aku pernah.
Seringnya resah itu tak kunjung hilang walau telah melakukan hobi kesukaan. Tak kunjung padam sekalipun bertemu pujaan. Tak nyaman, melakukan apapun rasanya salah.

Biasanya, penawar sakit itu ada dalam kubah-kubah masjid. Tatkala merdunya adzan menghampiri telinga dilanjut dengan petuah-petuah dari guru terpilih.
Kalaupun tidak, sendiri ditemani mukena dan sajadah saja cukup. Karena begitu dahi menyentuh sajadah, puncaknya adalah saat menutup mata.
Saat menghayati setiap untaian doa yang dibaca. Saat damai terengkuh di dermaga ibadah. Saat air mata mengalir tanpa bisa dicegah… Rasanya, jarak dengan-Nya menghilang sudah, pun resah.

Nyatanya, Ia paham apa yang sedang kita hadapi. Ia tahu seluruh kerja keras, keluh tertahan, bahkan sakit hati, itu semua pemberian-Nya. Barangkali untuk menyadarkan bahwa terlalu lama asma-Nya tiada dalam hati. Hingga yang paling dibutuhkan kini hanyalah mengaku.

Mengaku kita manusia, makhluk tak sempurna yang tak pernah alpa dari salah, yang seringkali terbudak oleh dunia tanpa memprioritaskan-Nya, yang begitu percaya diri melakukan banyak hal hingga lupa pada, “Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” QS An-Nisa:43

Sesal mana yang paling sesal jika anggapan bahwa kita selamat ternyata terlaknat? Naudzubillah

Agaknya, kita perlu mengevaluasi… Tentang harapan, perjuangan, dan titik akhir yang kan kita datangi. Karena sejatinya, kita tak pernah tahu kapan jarum jam milik kita berhenti.


-Milla, ditulis saat resah namun tak dapat jumpa sajadah :(
so sad so bad :(((
11 September 2019 10.29 PM

Komentar

Postingan Populer